BAB 3 Perkelahian Antarpelajar Kurikulum Merdeka
1. Perkelahian Antarpelajar
a. Pelajar yang dicari Islam
Islam itu menyelamatkan dan mendamaikan dunia, (termasuk bagi para pelajar), bukan membuat keonaran, perilaku menyimpang, apalagi melakukan tawuran dan perkelahian. Islam itu juga datang dengan solusi, bukan menambah problema. Tatap dunia ini dengan jernih, maka kalian akan mendapatkan jalan hidup yang menakjubkan dan mencengangkan. Di dunia pendidikan, khususnya para pelajar, sudah banyak tinta emas ditorehkan oleh para pelajar muslim dengan segenap prestasi yang diraihnya. Kenapa mereka bisa begitu? Jawabannya karena Islam mengilhami dan menginspirasi seluruh tatanan hidupnya, agar hidup itu bermanfaat sebanyak-banyaknya untuk orang lain. Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah Saw., yakni: Sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak manfaatnya untuk orang lain.
Prestasi itu tidak hanya berupa capaian yang memiliki level dunia, nasional, provinsi atau kabupaten kota, tetapi hidup dengan benar berlandaskan ajaran Islam bagi diri dan lingkungan terkecil, termasuk di sekolah juga, merupakan prestasi yang membanggakan. Buat apa berprestasi besar, sementara shalat tidak dilaksanakan. Tampan bukan main, bahkan menjadi rebutan para gadis, tetapi tidak mampu membaca Al-Qur’an dengan benar.
Buat apa berkelahi dan terlibat tawuran, apa untungnya? Tidak ada kan! Bahkan kerugian yang didapatkan, termasuk sanksi akhirat sudah menunggu. Dunia ini penuh problema, jangan ditambah lagi dengan cara melarikan diri dari masalah. Jika ada masalah, cari solusinya tahap demi tahap, jika belum
juga selesai, tetaplah optimis seraca memohon kepada Allah agar memberikan solusi terbaik, tetap bersandar kepada Allah Swt. Apapun keadaannya, susah senang dan sedih gembira selalu bersama Allah Swt. Jika itu bisa kalian lakukan, niscaya dunia akhirat sudah berada di genggaman kalian.
b. Definisi Perkelahian dan Tawuran Pelajar
Ada beberapa istilah yang sering dipakai untuk mengidentifikasi perilaku menyimpang yang biasanya dilakukan oleh pelajar, yaitu perkelahian dan tawuran. Keduanya bagian dari problema dunia pendidikan, utamanya terjadi di kota-kota besar, dan harus dicari solusi yang tepat, agar perilaku ini tidak dijadikan kebiasaan yang lumrah sebagai bagian dari kenakalan pelajar atau remaja.
Perkelahian antarpelajar atau remaja adalah suatu bentuk tindakan kekerasan atau agresi yang dilakukan oleh suatu kelompok pelajar dengan kelompok pelajar lain yang berusaha untuk menyingkirkan pihak lawanndengan menghancurkan atau membuat pihak mereka tidak berdaya. Sementara makna dari tawuran pelajar adalah perkelahian yang melibatkan banyak pelajar, atau perkelahian yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mana perkelahian tersebut dilakukan oleh orang yang sedang berstatus sebagai pelajar. Secara psikologis, perkelahian yang melibatkan pelajar usia remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja (juvenile delinquency).
Kenakalan pelajar atau remaja, menurut Sarlito W. Sarwono adalah tindakan oleh seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman.
Kenakalan remaja, termasuk perkelahian pelajar, dapat dibagi menjadi 2
jenis, yaitu:
1. Delikuensi Situasional,
yakni perkelahian terjadi karena adanya situasi yang mengharuskan mereka untuk berkelahi. Keharusan itu biasanya dipicu adanya kebutuhan untuk memecahkan masalah secara tepat.
2. Delikuensi Sistematik,
yakni: para pelajar yang terlibat dalam perkelahian itu berada di dalam suatu organisasi tertentu atau geng yang memiliki aturan dan kebiasaan tertentu yang harus diikuti oleh anggotanya, termasuk berkelahi, melukai, mencuri dan tindak pidana yang lain.
c. Faktor Penting Adanya Perkelahian Pelajar.
Jika kita sepakat bahwa perkelahian pelajar menjadi bagian dari kenakalan remaja, termasuk kelainan perilaku remaja pada umumnya, maka banyak faktor penting adanya perkelahian pelajar, antara lain:
1. Rational Choice, yaitu adanya perkelahian pelajar disebabkan faktor individu, motivasi, pilihan dan kemauannya sendiri. Di Indonesia, banyak yang menyetujui pendapat ini, misalnya anak nakal ditaruh di pesantren, agar imannya mantap, sehingga tidak nakal lagi.
2. Social Disorganization, yaitu adanya perkelahian pelajar disebabkan faktor lingkungan. Berkurangnya atau hilangnya pranata budaya yang selama ini menopang harmoni sosial. Misalnya orang tua yang semakin sibuk, melupakan pendidikan anak-anaknya, atau guru yang terlalu banyak memberikan peer, dan abai dengan bimbingan dan arahannya.
3. Strain, yaitu adanya perkelahian pelajar disebabkan faktor tekanan yang besar dari masyarakat, misalnya kemiskinan di satu sisi, sementara di pihak lain orang kaya yang sering mempertontonkan kekayaannya.
4. Differential Association, yaitu adanya perkelahian pelajar disebabkan faktor salah pergaulan. Pelajar yang terbiasa bergaul dengan pelajar yang tukang tawuran, anak yang malas belajar, suka mencuri, bolos belajar, maka semua itu menjadi perekat bagi pelajar yang awalnya baik-baik saja.
5. Labbeling, yaitu adanya perkelahian pelajar disebabkan faktor terbiasa dicap sebagai pelajar yang nakal. Jika seorang pelajar sering dilabeli sebagai pelajar nakal oleh banyak pihak, maka label tersebut merasuk di dalam dada, akibatnya jadilah pelajar yang nakal.
6. Male Phenomenon, yaitu adanya perkelahian pelajar disebabkan faktor jenis kelamin, bahwa anak laki-laki lebih nakal dibanding anak perempuan. Alasannya anak laki-laki, biasanya lebih nakal, atau
besarnya budaya maskulin, sehingga wajar jika anak laki-laki itu nakal.
d. Ikhtiar Mencegah Perilaku Menyimpang
Perilaku menyimpang, termasuk perkelahian pelajar, harus segera dihentikan, jangan dianggap remeh dan lumrah, agar tidak terjadi skala yang lebih besar. Ingat kebakaran besar, dimulai dari titik api yang kecil. Berikut ini beberapa upaya pencegahan yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Beri kesempatan yang banyak agar pelajar dapat mengembangkan segala minat, bakat dan potensinya, sehingga optimal menemukan jati dirinya dan orientasi hidup yang dituju, serta wujudkan kondisi sekitar yang sehat, aman dan tenteram.
2. Wujudkan kehidupan keluarga yang harmonis. Hubungan antar keluarga berjalan baik. Jaga betul keutuhan dan ketenteraman di antara keluarga. Begitu juga, jika anak berada dalam asrama atau tempat tertentu.
3. Setiap anak itu unik, bahkan yang lahir kembar sekalipun. Karena itu, jangan membiasakan menyamaratakan potensi anak, meski dengan saudaranya sendiri, justru itu menjadi pemicu iri hati. Jika akan mengambil keputusan, bentangkan segala alternatif yang ada, lalu suruh yang bersangkutan memilih atas kesadaran sendiri. Itu jalan terbaik dan tepat yang perlu dilakukan.
4. Di samping faktor keluarga, pengembangan pribadi yang optimal melalui pendidikan di sekolah, memiliki pengaruh yang besar. Melalui pendidikan yang baik, anak akan mampu mengontrol gejolak jiwanya, sehingga tidak melampiaskan ke hal-hal yang tidak perlu.
5. Bentuk perkembangan pelajar di lingkungan sekolah dengan baik. Sebab, sekolah berfungsi sebagai sarana pendidikan, bimbingan dan sebagai tempat perlindungan, jika ada problema yang muncul. Itulah pentingnya Guru BP dan guru senior yang memiliki banyak pengalaman hidup, sehingga dapat ditransformasikan ke dalam jiwa anak yang menghadapi masalah.
6. Pentingnya membentuk banyak organisasi atau lembaga yang mewadahi aktivitas pelajar atau anak, baik di lingkup sekolah (misalnya OSIS dengan segala sub-unitnya) maupun di lingkungan tempat tinggal sang pelajar, seperti: Karang Taruna, Majelis Ta’lim Remaja, Kelompok Belajar dan semacamnya.
7. Melakukan usaha untuk meningkatkan kemampuan pelajar atau remaja di bidang tertentu sesuai minat dan bakat masing-masing, sehingga semakin tumbuh kepercayaan dirinya, karena di mata teman-temannya dia memiliki skill dan keterampilan yang memadai. Tidak seperti di kebanyakan sekolah yang orientasinya hanya nilai, angka rapot bagus, atau berapa rangkingnya.
e. Penanganan Pelajar yang Menyimpang
Minimal ada 5 penanganan terhadap pelajar yang menyimpang, yaitu:
1. Kepercayaan. Sang pelajar harus memiliki kepercayaan kepada pihakpihak yang mau membantunya (wali kelas, guru BP, guru agama, dan lainnya). Mereka para pelajar yakin akan ditolong dan tidak akan
dibohongi. Jika pelajar itu lebih memilih ‘pihak luar’, ya tidak apa-apa, karena biasanya ‘pihak dalam’ ada kepentingan lain atau tidak tulus untuk menolongnya.
2. Kemurnian Hati. Pelajar itu sudah percaya bahwa penanganan ini tidak bersyarat. Buat pelajar atau remaja, urusan membantu, ya membantu saja. Tidak perlu ditambahi, “tetapi tetapi”. Sebab itu, pelajar lebih mempercayai teman-temannya sendiri, jika menghadapi problema, meski terkadang nasehatnya tidak utuh dan solusinya bersifat parsial atau sepotong-potong.
3. Kemampuan mengerti dan menghayati (empathy) perasaan pelajar atau remaja. Disebabkan posisi yang berbeda antara anak (pelajar) dengan orang dewasa (orang tua, guru), sulit bagi orang dewasa berempati kepada pelajar, karena kepentingan yang susah dikalahkan. Biasanya orang dewasa merasa lebih unggul dan kurang menghargai posisi pelajar.
4. Kejujuran. Ini penting dilakukan, karena sang pelajar ingin keterbukaan, termasuk sanksi yang diterima, meskipun tidak menyenangkan. Katakan yang benar itu benar. Sebaliknya, yang salah itu salah. Jangan sampai terjadi, ini salah bagi pelajar, sementara bagi orang dewasa itu benar. Jika ini yang terjadi, maka runtuhlah kepercayaan pelajar kepada orang dewasa.
5. Mengutamakan persepsi pelajar sendiri. Pelajar itu akan memandang persoalan dari sudut pandangnya sendiri. Terlepas dari kenyataan yang ada, sang pelajar akan bereaksi sesuai sudut pandangnya sendiri. Karena itu, kemampuan untuk memahami pandangan pelajar, sangat berarti untuk membangun empati terhadap pelajar atau remaja.Berdasarkan semua paparan tersebut, Islam mengambil sudut pandang yang berbeda tentang perkelahian pelajar. Kuncinya kepada posisi balig, jika
seseorang itu sudah balig, maka semua perbuatanya (baik dan buruk) menjadi tanggung jawabnya.
Tidak seperti hukum positif di Indonesia, yang biasanya sanksi atas perbuatan dikenakan jika usianya antara 17 atau 18 tahun. Sebab itu, sejak dini Islam mengarahkan orang tua agar membimbing dan mendidik puta putrinya sejak kecil tentang al-ahkamul al-khamsah, yakni 5 hukum, meliputi: wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Melalui jalan tersebut, sejak kecil anak-anak diajarkan untuk tidak melakukan tindak kekerasan, termasuk perkelahian atau tawuran pelajar. Ajaran Islam dengan tegas tidak pernah mengajarkan kekerasan (anarkis). Apapun alasannya, mengambil jalan kekerasan, tidak dibenarkan dalam Islam. Tindakan kekerasan itu, bukan perwujudan dari Islam. Jika ingin membela kebenaran, harus menggunakan cara-cara yang benar juga. Tidak asal bela saja, sementara kebenaran disampingkan. Sebab, sebagai pelajar muslim, kita semua diingatkan dengan visi dan misi Islam sebagai agama yang damai, santun, dan menjadi rahmat untuk semesta alam (Islam yang rahmatan lil ‘ālamin), sebagaimana firman Allah Swt:
وَمَآ اَرْسَلْنٰكَ اِلَّا رَحْمَةً لِّلْعٰلَمِيْنَ
Artinya: dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Q.S. al-Anbiyā’/21: 107)
Sekarang ini, Islam dihadapkan pada problema besar, yakni membumikan sekaligus mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi alam semesta. Pertanyaan yang segera muncul adalah apa kiat dan strateginya, sehingga Islam itu benar-benar mampu menjawab realitas problematika kemanusian, damai untuk semua, dan menebar keselamatan dan ketenteraman untuk sesama? Tentu, bukan persoalan mudah untuk menjawab problematika tersebut, namun yang terpenting adalah komitmen semua umat Islam, apapun profesinya (termasuk pelajar muslim), memerankan visi dan misinya dengan benar--di tengah problematika dunia yang semakin kompleks--sejalan dengan risalah Islam seperti yang pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw. melalui Piagam Madinah.
Melalui Piagam Madinah inilah, Islam mampu menghadirkan kedamaian, ketenteraman dan harmoni yang tidak menimbulkan luka, apalagi merusak. Sebuah manajemen hidup yang saling berdampingan secara harmonis antar satu sama lain, tanpa perlu mengorbankan nyawa, melukai fisik dan jiwa, merusak harta benda, dan prinsip-prinsip keagamaan yang sudah disepakati bersama.
*sumber dari : PAI BP untuk SMA / SMK kelas X
Download buku kemendikbud : https://buku.kemendikbud.go.id/katalog
Belum ada Komentar untuk "BAB 3 Perkelahian Antarpelajar Kurikulum Merdeka"
Posting Komentar