BAB 4 tentang Pentingnya Dakwah Kurikulum Merdeka
1. Dakwah
a. Pengertian
Merujuk arti bahasa, kata “dakwah” merupakan mashdar (kata dasar) dari kata da’a ( دَعَا
يَدْعُو دَعْوَةً)(yang mempunyai arti mengajak, memanggil, dan menyeru untuk hal tertentu. Orang yang melakukan pekerjaan dakwah disebut dai (laki-laki) dan daiyah (perempuan). Jika ditinjau dari makna istilah, ada beberapa pengertian dakwah, yaitu:
1. Setiap kegiatan yang mengajak, menyeru, dan memanggil orang atau kelompok orang untuk beriman kepada Allah Swt. sesuai dengan ajaran akidah (keimanan), syariah (hukum) dan akhlak Islam.
2. Kegiatan mengajak orang lain ke jalan Allah Swt. secara lisan atau perbuatan untuk kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari-hari supaya mendapat kebahagiaan dunia dan akhirat.
3. Kegiatan mengajak orang-orang untuk mengamalkan ajaran Islam di dalam kehidupan sehari-hari.
4. Seruan atau ajakan kepada keinsafan atau usaha untuk mengubah agar keadaannya lebih baik lagi, baik sebagai pribadi maupun masyarakat. Tersimpul dari pengertian tersebut, dakwah adalah mengajak orang lain untuk meyakini kebenaran ajaran Islam dan mengamalkan syariat Islam, agar tercapai pola hidupnya lebih baik, sehingga tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Dakwah tidak hanya berupa tablig, khutbah, dan majelis taklim.
Dakwah cakupannya sangat luas, seluas kehidupan setiap muslim. Dakwah tidak mesti berbicara dan berceramah, tetapi setiap perbuatan seharihari yang mencerminkan tata nilai Islam, seperti berpakaian menutup aurat, tidak menyontek saat ujian, berbicara yang santun yang sopan, menghindari berita hoax, rajin bersilaturahmi, semua itu sudah bagian dari dakwah. Keberhasilan dakwah sangat ditentukan oleh amaliah dan akhlakul karimah yang dipantulkan dari setiap muslim, apalagi yang berprofesi menjadi dai atau daiyah, tentu banyak faktor lain yang memengaruhi. Menjadi hal yang aneh, jika seorang dai tidak mengamalkan apa yang disampaikan, dan tidak satunya kata dengan perbuatan. Faktor tersebut yang kini banyak menjangkiti para dai, sehingga hasil dakwah tidak banyak memberi pengaruh positif dalam perbaikan kualitas keberagamaan masyarakat, apalagi jika dikaitkan dengan gejala munculnya
para dai yang dibesarkan oleh media, misalnya para dai yang biasa dipanggil dengan sebutan ustad seleb (Perhatikan kandungan isi Q.S. ash-Shaf/61: 2-3).
b. Dalil Perlunya Dakwah
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ
اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
Artinya: Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Q.S. Ali ‘Imrān/3: 104).
Perhatikan juga isi kandungan dari beberapa Q.S. Q.S. al-Nahl/16: 125, Q.S. al-Hajj/22: 67, Q.S. al-Qashash/28: 87 yang isinya tentang segala yang terkait dengan dakwah. Dakwah itu bagian kehidupan
beragama. Ia merupakan kewajiban agama bagi para pemeluknya. Itulah sebabnya, dakwah bukan sekadar dari inisiatif pribadi, tetapi harus ada sekelompok orang (tha’ifah) yang menjadi juru dakwah. Wujud dakwah juga bukan hanya usaha peningkatan kapasitas keberagamaan, tetapi harus menembus aspek kehidupan, sehingga gerakan dakwah mencakup aspek ekonomi, sosial, politik, dan keamanan. Melalui pemahaman tersebut, dakwah harus menyasar ke banyak aspek kehidupan. Misalnya harus menyentuh di bidang politik; mengentaskan kemiskinan; memberdayakan lembaga pendidikan, menekan angka DO (Drop Out) atau bantuan beasiswa; mengedukasi masyarakat agar saling membantu dan bekerja sama, termasuk juga terlibat aktif dalam memerangi ujaran kebencian dan berita-berita hoax.
c. Adab Berdakwah
Adab atau etika dakwah yang harus diperhatikan, antara lain:
1. Dakwah dengan cara hikmah, yaitu ucapan yang jelas, tegas, dan sikap yang bijaksana.
2. Dakwah menggunakan cara mauidzatul hasanah atau nasihat yang baik, yaitu cara-cara persuasif (damai dan menenteramkan, tanpa kekerasan) dan edukatif (memberikan pengajaran, i’tibar dan pelajaran hidup).
3. Dakwah dengan cara mujadalah, yaitu diskusi atau tukar pikiran yang berjalan secara dinamis dan santun dengan menghargai pendapat orang lain.
4. Dakwah melalui teladan yang baik (uswatun hasanah). Allah Swt. berfirman:
اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ
الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ
بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang terbaik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk (Q.S. an-Nahl/16: 125).
d. Tujuan dan Sasaran Dakwah
Sasaran dan tujuan dakwah--sejak zaman dulu (mulai Nabi Adam a.s sampai Nabi Muhammad Saw.), bahkan sampai berakhirnya kehidupan--memiliki sasaran yang jelas dan tetap, yakni sebagai berikut:
1. Sasaran Dakwah
a) Memberi semangat kepada manusia agar selalu meningkatkan kualitas dan kuantitas amalnya, dari baik menjadi terbaik, sudah banyak amalnya agar diperbanyak lagi, serta dari yang sekadar mengejar formalitas menuju ke substansi, sehingga profil mukmin yang sejati menjadi nyata adanya.
b) Mengubah jalan hidup yang tidak baik menjadi baik, serta yang menyimpang dari aturan Allah Swt. agar kembali ke jalan-Nya (melalui taubatan nashūhā), sehingga derajat, harkat, dan martabat manusia yang sudah terpuruk dan jatuh ke lembah nista dapat terangkat kembali, dan menjalani kehidupan secara benar. Perhatikan isi kandungan Q.S. al-An’ām/6: 48, dan Q.S. al-Kahfi/18: 57.
Banyak contoh yang dapat diketengahkan, misalnya silih bergantinya umat sebelum Nabi Muhammad Saw. Kita kenal kaum Tsamud, kaum ‘Ad,umat Nabi Nuh a.s. dan umat Nabi Luth a.s. Mereka semua dimusnahkan akibat kemaksiatan dan dosa yang dilakukan, kita sebagai umat terakhir, hanya bisa mengambil i’tibar (pelajaran). Contoh lain yang jaraknya terdekat dengan kita baru sekitar 15 abad yang lalu, yakni kaum kafir Quraisy, khususnya di periode Makkah, mayoritas mereka tidak mengenal tatanan yang benar, mulai perbudakan yang merajalela; merebaknya khamr dan perzinaan, sampai derajat manusia dihargai hanya dengan banyaknya kekayaan dan kekuasaan, tanpa mengenal kehormatan dan kemuliaan, lalu diubah menjadi 180% oleh Rasulullah Saw. hanya dalam waktu + 23 tahun.
Keberhasilan tersebut dinilai secara tepat oleh Sir George Bernard Shaw dalam karyanya “The Genuine Islam”: (Muhammad Saw.) sukses mengubah Jazirah Arab dari paganisme dan pemuja makhluk menjadi para pemuja Tuhan, dari peperangan dan perpecahan antar suku menjadi umat yang bersatu, dari kaum pemabuk dan pengacau menjadi kaum pemikir dan penyabar, dari kaum yang tidak berhukum dan anarkis menjadi kaum yang teratur . Sejarah manusia yang tidak pernah terjadi atau sedahsyat ini, dan bayangkan ini terjadi hanya dalam waktu 23 tahun.”
2. Tujuan Dakwah
Jika merujuk kepada Q.S. an-Nūr/24: 55, maka tujuan dakwah adalah menyeru dan mengajak segenap manusia agar konsisten/istiqamah dalam:
a. Beriman hanya kepada Allah Swt. dan tidak melakukan kemusyrikan (tauhid/akidah);
b. Menjadikan seluruh aktivitasnya hanya beribadah kepada Allah Swt. (ikhlas/syariah);
c. Mengerjakan amal shaleh dalam arti yang seluas-luasnya (amal ibadah/ muamalah);
d. Berakhlak mulia yang tolok ukurnya adalah akhlak Rasulullah Saw. (akhlak/ihsan).
Tersimpul bahwa tujuan dakwah adalah mengajak segenap manusia keluar dari jalan kesesatan yang dimurkai, menuju jalan yang benar yang diridhai Allah Swt. (Perhatikan isi dan kandungan Q.S. al Jin/72: 23; dan Q.S. al-Fajr/89: 27-30).
e. Syarat dan Metode Dakwah
Banyak faktor yang memengaruhi keberhasilan dakwah. Faktor terpentingnya adalah inayah Allah Swt., di samping tentu saja dari kepribadian dan karakter dai sendiri, yang menghiasi pribadinya, melebar ke keluarga terdekat, lalu ke masyarakat luas. Itulah sebabnya, seorang dai jika ingin sukses harus memenuhi syarat seperti yang telah dilakukan oleh para rasul, yaitu sebagai berikut:
1. Satunya kata dengan perbuatan, sikap, perilaku dan tingkah lakunya benar-benar menjadi teladan (uswatun hasanah).
2. Memahami objek dakwahnya, sehingga dakwahnya tepat sasaran (Perhatikan isi kandungan Q.S. Ibrāhīm/14: 4), dan Hadis yang artinya: “Berbicaralah kepada manusia sesuai kadar akal mereka.”
3. Memiliki keberanian dan ketegasan, namun tetap bijak dan santun dalam berdakwah. Jalan yang dipilih adalah jalan tengah (tawasuth), damai, dan menenteramkan, meski tidak hilang sikap tegasnya. Kenapa harus santun dan damai dalam berdakwah? Ada beberapa jawaban yang dapat diketengahkan, yaitu:
a) Dakwah itu untuk agama Allah Swt. bukan untuk pribadi dai sendiri, golongan dan kelompok atau kaumnya.
b) Dakwah itu hakikatnya mengajak, jika disampaikan dengan marah, pihak lain akan menghindar terlebih dahulu, akibatnya bukan dekat, tetapi menjauh.
c) Jika dakwah dilakukan denga marah, itu sama artinya menutupi inti Islam sebagai agama yang menyelamatkan, menenteramkan, dan membahagiakan.
4. Memiliki ketabahan dan kesabaran yang tinggi dalam menghadapi segala tantangan dan rintangan akibat dakwah yang dilakukan.
5. Menyadari dengan sepenuh hati bahwa tugasnya hanyalah menyampaikan, mengajak, dan menyeru, tentang hasilnya diserahkan sepenuhnya hanya kepada Allah Swt. (Q.S. al-An’ām/6: 159).
6. Selalu berdoa kepada Allah Swt. agar dakwahnya mencapai kesuksesan. Sementara itu, perihal metode dakwah yang harus dilaksanakan, jika mengacu kepada Q.S. al-Nahl/16: 125, maka acuannya sebagai berikut:
a) Meluruskan niat, bahwa dakwah itu bertujuan hanya kepada Allah Swt., bukan kepentingan lain, tetapi hanya mencari ridha-Nya.
b) Dakwah itu harus bijak (hikmah), mengetahui betul kondisi umat/ jamaahnya, sehingga materi dan metode yang disampaikan tepat mengenai sararan.
c) Hindari cara-cara yang memaksa, menakutkan apalagi cara teror, tetapi kedepankan cara mau’idhah hasanah, yakni cara yang damai, indah, santun, menenteramkan dan menyenangkan, sehingga materi dakwah dapat masuk dalam relung hati yang paling dalam. Hal ini, tentu tidak mudah, namun dengan bertambahnya pengalaman, serta selalu memperbaharui rujukan atau bacaan, maka capaian tersebut
bukan hal yang mustahil.
d) Lakukan dakwah dengan cara ber-mujadalah, yakni melalui dialog, diskusi, bahkan boleh juga berdebat, tetapi tetap menggunakan cara yang beradab, berlandaskan etika diskusi yang baik, serta tidak
melakukan debat kusir, apalagi mau menang sendiri.
f. Metode Al-Qur’an dalam
Menyajikan Materi Dakwah Disebabkan objek dakwah itu manusia, yang memiliki unsur jasmani, akal dan jiwa, maka pendekatan dakwah yang dilakukan juga harus memperlakukan manusia secara utuh. Karena itu, Al-Qur’an menggariskan ciri-ciri sebagai berikut:
1. Saat manusia mendapatkan puncak kesucian (saat menerima wahyu, atau hasil olah batin), Al-Qur’an membawa yang bersangkutan dalam situasi yang bersifat material (Perhatikan Q.S. Thāhā/20: 17, Q.S. alQiyāmah/75: 16, dan Q.S. al-Najm/53: 17).
2. Menggunakan benda-benda alam, meski ukurannya kecil, sebagai penghubung antara manusia dengan Allah Swt. atau sebagai gambaran tentang sikap kejiwaannya (Perhatikan Q.S. az-Zumar/39: 5, Q.S. alBaqarah/2: 264).
3. Menekankan bahwa segala sesuatu yang terjadi di bawah kekuasaan, pengetahuan, dan pengaturan Allah Swt. (Perhatikan Q.S. al-Anfāl/8: 17, Q.S. al-An’ām/6: 59, dan Q.S. ar-Ra’d/13: 15).
g. Media Dakwah
Penggunaan media dakwah tentu menjadi hal yang niscaya, apalagi kondisi masyarakat modern yang ingin serba cepat, canggih, dan mudah. Sebab itu, media dakwah yang digunakan mencirikan anak zamannya, tidak konvensional, apalagi hanya sekadar ceramah dan mengumpulkan massa dalam jumlah yang besar, setelah itu bubar tanpa bekas. Meskipun demikian, media dakwah yang dapat dipakai bisa dalam bentuk yang paling sederhana, misalnya terbatas pada media lisan dan tulisan, tetapi semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, media dakwah pun semakin lengkap, beragam, multi aspek dan sektor, serta memiliki daya jangkau yang semakin luas. Dakwah itu maknanya luas, tidak hanya ceramah dan berbicara di panggung atau mimbar. Dakwah itu meliputi: tutur kata yang sopan; berpakaian menutup aurat dan rapih; bekerja secara halal dan beretos kerja yang tinggi; menjadi karyawan yang disiplin, jujur dan amanah; konsisten shalat 5 waktu ditambah shalat-shalat sunnah; serta beraneka ragam kegiatan manusia yang sejalan dengan tuntunan Allah Swt.
Selanjutnya, media dakwah untuk masa kini dapat menggunakan:
(a) Media elektronik, beragam media sosial, TV, radio dan internet.
(b) Media
cetak, antara lain: buku, jurnal, surat kabar, majalah, spanduk, brosur, pamflet dan lain sebagainya.
h. Manajemen Dakwah
Faktor lain dari kesuksesan seorang dai, sangat tergantung dengan manajemen dan pola yang digunakan, yang namanya manajemen tidak terlepas dari perencanan, pelaksanakan, dan evaluasi, ditambah prinsipprinsip lain yang mendukung keberhasilan dakwah. Jika ingin berhasil, setiap dai harus mengacu kepada teladan yang sudah diterapkan oleh Rasulullah Saw. baik ketika di periode Makkah maupun Madinah, yang dikenal dengan istilah Sirah Nabawiyah. Pemahaman sirah harus lengkap dan utuh, karena jika tidak! Akibatnya menjadi fatal. Misalnya, apa dan dari mana rujukannya, sehingga ada seorang dai bisa menyuruh anak didikannya untuk melakukan bom bunuh diri, menghancurkan siapa saja, termasuk orang tuanya, dan rekan sesama muslim di negara yang damai (tidak dalam kondisi konflik/peperangan). Apa yang mendasari sikap dan perilaku mereka? Padahal Rasulullah Saw. tidak pernah mencontohkan yang demikian. Hal ini harus menjadi perhatian bersama, karena di negara Indonesia yang kita cintai, selama 2 dekade belakangan ini, muncul gerakan teror dan radikal yang meresahkan semua pihak, termasuk seluruh umat beragama, padahal semua agama tidak mentolerir, mengutuk secara tegas, dan tidak sedikitpun merestui gerakan tersebut. Jika becermin dari dakwah yang dilakukan Rasulullah Saw., semuanya dimulai dari diri sendiri melalui sikap dan perilaku/akhlak yang terbaik, tutur kata yang santun dan sopan, pergaulan yang damai dan menenteramkan, sampai pada menghindari cara-cara kekerasan, ketakutan, dan paksaan (Perhatikan isi dan kandungan Q.S. al-Qalam/68: 4), Q.S. al-Fath/48: 8, dan Q.S. at-Taubah {9}: 128).
Saat berdakwah Rasulullah Saw menerapkan hal-hal sebagai berikut.
1. Lemah lembut dalam menjalankan dakwah
2. Bermusyawarah dalam segala urusan, termasuk urusan dakwah
3. Menyampaikan dakwah sesuai dengan objek dakwah
4. Lapang dada dan sabar
5. Kebulatan tekad
6. Bertawakal
i. Strategi Dakwah
Prinsipnya, dakwah itu dapat menggunakan strategi yang beraneka ragam, sesuai dengan objek dakwah. Berdakwah harus berpatokan kepada Q.S. anNahl/16: 125. Adapun dakwah (secara formal) menggunakan aturan-aturan (ini tidak baku), sebagai berikut.
1. Pembukaan, antara lain:
• Mengucapkan salam yang dibarengi dengan membaca hamdalah.
• Membaca shalawat kepada Nabi Saw.
2. Isi, terdiri dari:
• Maksud dan tujuan dakwah
• Sasaran dakwah: Objek dakwah adalah orang yang didakwahi.
Artinya, orang yang diajak kepada agama Allah Swt., agar meningkatkan kualitas iman dan taqwanya, serta kembali ke jalan kebenaran dan kebaikan. Objek dakwah mencakup seluruh manusia, tak terkecuali si pendakwah itu sendiri.
• Materi dakwah: Umumnya, materi dakwah mencakup 4 hal, yaitu: akidah (keimanan); syariah (hukum); akhlak (perilaku); dan muamalah (hubungan sosial); yang kesemuanya berlandaskan AlQur’an, Hadis, dan rujukan lain yang memiliki dasar hukum yang kuat dan jelas sumbernya.
• Penutup
*sumber dari : PAI BP untuk SMA / SMK kelas X
Download buku kemendikbud : https://buku.kemendikbud.go.id/katalog
Belum ada Komentar untuk "BAB 4 tentang Pentingnya Dakwah Kurikulum Merdeka"
Posting Komentar