BAB 2 Memelihara Lisan Kurikulum Merdeka
BAB 2 Memelihara Lisan Kurikulum Merdeka
3. Memelihara Lisan
a. Pentingnya Menjaga Lidah
Lidah atau lisan bisa dikatakan sebagai bagian anggota tubuh yang sangat berharga. Betapa tidak! Melalui lisan yang tidak tertata, muncul pertengkaran dan perselisihan. Lisan juga, bisa membuat malapetaka yang besar, bahkan pembunuhan yang tidak terkira akibatnya. Selanjutnya, penggunaan lisan yang tidak terjaga, menjadikan perang yang menimbulkan korban jiwa mulai dari hitungan yang kecil, sampai mencapai ribuan, bahkan jutaan. Sebaliknya, melalui lisan juga muncul pelbagai macam kedamaian, kesejukan, cinta dan harapan yang tersemai di lubuk jiwa untuk satuan, puluhan, ribuan, jutaan bahkan milyaran umat manusia. Masih banyak manusia yang tetap memelihara harapan, meski kondisinya memprihatinkan dan mengenaskan, karena masih percaya kepada janji-janji yang disampaikan.
Misalnya, melalui lisan para nabi dan rasul, dalam bentuk wahyu atau shuhuf (shahifah), saat kini masih banyak dijumpai manusia beriman dengan segala plus minusnya. Karena itu, kita semua, termasuk sebagai pelajar harus tetap rajin belajar dan sungguh menuntut ilmu, meskipun di sekitar kalian muncul pelbagai macam berita dan informasi negatif tentang kondisi negara dan dunia yang semakin mengkhawatirkan, akibat problema yang semakin menumpuk, dunia yang memasuki jurang resesi, ditambah adanya penyakit yang masuk ke dalam kelompok pandemi (misalnya Covid 19).
Berlandaskan paparan tersebut, lidah dan lisan kita harus tetap dijaga dengan baik (Q.S. al-Ahzāb/33: 70-71). Tipis sekali perbedaan antara bahagia dan celaka serta senang susah, hanya dari penggunaan lidah. Apalagi jika dikaitkan dengan ajaran Islam yang sudah memberi rambu-rambu dalam penggunan lidah. Kita diingatkan oleh Allah Swt. dengan fiman-Nya, yakni:
يَّوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ اَلْسِنَتُهُمْ وَاَيْدِيْهِمْ
وَاَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Artinya: Pada hari, (ketika) lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan (Q.S. an-Nūr/24: 24).
Ayat ini menjelaskan, saat orang-orang yang begelimang dosa akan diazab oleh Allah Swt. di akhirat nanti, mereka membantah dan mengingkari perbuatan buruk mereka, maka anggota tubuhnya menjadi saksi. Lidah, lisan, tangan dan kaki mereka menjadi saksi dan menceritakan dengan rinci apa saja yang mereka lakukan, sehingga tidak bisa berdalih lagi. Bahkan di ayat lain (khususnya di Q.S. Yāsīn), lisan dan mulut akan dikunci, termasuk diingatkan juga, bahwa lisan itu adalah anugerah Allah, kita semua dapat berbicara juga atas karunianya, lalu kenapa disalahgunakan? (perhatikan isi kandungan Q.S. Fushshilat/41: 21).
Allah Swt. berfirman di Q.S. Yāsīn/36: 65
اَلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلٰٓى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَآ
اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Artinya: Pada hari ini, Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan (Q.S. Yāsīn/36: 65).
Rasulullah Saw. juga mengingatkan kita, bahwa keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya dalam menjaga lisannya. Seperti makna dasar Islam sendiri yang berarti selamat dan aman. Semua itu, mengajarkan kepada kita bahwa lidah dan lisan ini, harus digunakan dengan benar, sehingga diri sendiri terselamatkan, apalagi pihak lain. Rasulullah Saw. bersabda:
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ أنَّهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الأَخِرِ فَالْيَقُلْ خَيْرًا
اَوْلِيَصْمُتْ (رواه البخاري)
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah Saw. bersabda: “barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaklah berbiacara yang baik, atau (jika tidak mampu) maka diamlah.” (HR. al-Bukhāri)
b. Lisan: Antara Fitnah, Ghibah, dan Buhtan
Penggunaan lisan yang tidak pada tempatnya, mengakibatkan 3 hal (fitnah, ghibah, dan buhtan) yang menjerumuskan diri sendiri, pihak lain, bahkan sampai level negara dan dunia. Mari kita pahami, kenapa itu terjadi? Lisan yang tidak terjaga, menghasilkan fitnah. Mendengar kata fitnah saja, kalian sudah geleng-geleng kepala, betapa ngeri akibat fitnah. Fitnah adalah bahasa Arab yang terdapat dalam al-Qur’an dan dipakai oleh orang Indonesia, tetapi makna fitnah yang dipahami oleh orang Indonesia berbeda dengan makna fitnah yang terdapat dalam Al-Qur’an.
Dalam Al-Qur’an kata fitnah memiliki beberapa arti, antara lain cobaan, ujian, musibah dan ada juga yang berarti siksa di akhirat, seperti terdapat dalam Surah al-Baqarah ayat 217(وَالْفِتْنَةُ اَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ ۗ)
Ini artinya siksa bagi orang kafir kelak di akhirat lebih besar dari pada pembunuhan. Demikian penjelasan M. Quraish Shihab.
Sedangkan makna fitnah yang dipahami masyarakat di Indonesia berdasarkan KBBI adalah perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud menjelekkan orang (seperti menodai nama baik, merugikan kehormatan orang). Dalam pembahasan bab ini, maksud dari fitnah adalah yang dipahami masyarakat Indonesia, yakni merupakan komunikasi satu orang atau lebih yang bertujuan untuk memberikan stigma negatif atas suatu peristiwa yang dilakukan oleh pihak lain berdasarkan fakta palsu yang dapat mempengaruhi penghormatan, wibawa, atau reputasi seseorang.
Islam melarang perbuatan fitnah, karena banyak bahaya yang ditimbulkan, antara lain: penderitaan menyebar kemana-mana, dan jangan lupa bahwa tangisan dan rintian doa orang yang difitnah (termasuk orang dizalimi), doanya cepat diterima oleh Allah Swt; dan mencelakai diri sendiri, baik cepat maupun lambat. Selanjutnya, melalui lidah yang tidak tertata juga, muncul ghibah (lihat isi kandungan Q.S. al-Hujurat/49: 12), termasuk buhtan. Keduanya sama-sama menimbulkan perselisihan, pertengkaran, dan akibat buruk lain yang lebih besar. Pada titik inilah, sekali lagi, sangat penting bagi kita semua, agar pandai-pandai menjaga lidah dan lisan.
Ghibah adalah membicarakan orang lain yang tidak hadir, sesuatu yang tidak disenanginya. Termasuk yang dibicarakan itu, sesuai dengan keadaan orang yang dibicarakan. Jika yang dibicarakan itu, keburukan orang yang disebut, tidak disandang oleh yang bersangkutan, itulah yang dinamakan buhtan/
(بهتان) bohong besar.
Hadis berikut ini, menambah pemahaman kita tentang ketiga istilah tersebut, yaitu:
عَنْ اَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّهُ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم اَتَدْرُوْن مَا الْغِيْبَةُ . قَالُوا اللهُ وَرَسُولُهُ اَعْلَمُ . قَالَ ذِكْرُكَ اَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ قِيْلَ اَفَرَاَيْتَ اِنْ كَانَ فِيْ اَخِىْ مَا أَقُولُ. قَالَ اِنْ كَان فِيْهِ مَا تَقُوْلُ فَقَدِ اغْتَبْتَهُ وَاِنْ لَمْ يَكُ يَكُنْ فِيْهِ فَقَدْ بَهَتَّهُ (رواه مسلم)
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda: tahukah kalian apa itu ghibah? Para sahabat menjawab Allah dan Rasulnya lebih tahu. Rasul menjawab, “kamu menyebut saudaramu sesuatu yang tidak disukainya.” Lalu para sahabat bertanya, “Bagaimana jika yang disebutkan itu benar? Rasulullah menjawab, “jika yang disebutkan itu benar, maka kamu telah melakukan ghibah (membicarakan aib orang). Dan sekiranya yang disebutkan itu tidak benar, maka engkau telah melakukan buhtan (kebohongan).” (HR. Muslim)
c. Petunjuk Menjaga Lisan
1. Menjauhi kebiasaan berkata bohong dan tidak bermanfaat. Jangan pula berbicara yang berlebihan.
2. Jauhi pembicaraan yang batil, kotor, dan jorok
3. Jangan berbicara dusta atau palsu. Ingat! Tanda-tanda orang munafik,
salah satunya, jika berbicara berdusta atau bohong.
4. Jangan gunakan lisanmu untuk menggunjing (Q.S. al-Hujurāt/49: 12)
5. Jangan berkata kasar (Q.S. Ali Imrān/3: 159). Jauhi pula melakukan
celaan dan melaknat orang lain.
6. Jangan mengadu domba, dan jangan pula mudah marah
7. Jawablah panggilan orang tua dengan sopan dan santun (Q.S. al-Isrā’/17:
28), serta jauhi banyak berbantah-bantahan.
*sumber dari : PAI BP untuk SMA / SMK kelas X
Download buku kemendikbud : https://buku.kemendikbud.go.id/katalog
Belum ada Komentar untuk "BAB 2 Memelihara Lisan Kurikulum Merdeka"
Posting Komentar